TUGAS HUKUM ADAT
(ADAT LAMPUNG)
DOSEN : NANIK IDA ROSINI,SH.MH
Kelompok III :
RESTI DESMALIA
CICILIA RI SAPTA
DEWINTA SARASWATI
YAYAN ARDIYAN
IQBAL BAHRUL’ULUM
UNIVERSITAS PAMULANG
2015/2016
KATA PENGANTAR
Puja dan
puji syukur selalu saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa
melimpahkan rahmat, taufik, hidayah,serta inayah-nya, sehingga kami dapat
penyusunan makalah materi mata kuliah Hukum Adat yang berjudul “masyarakat
hukum adat Lampung”.
Dalam makalah dengan
tema Adat Lampung ini, kami membahas tentang asal mula Adat lampung serta
proses atau adat istiadat dalam masyarakat lampung. Kami menyadari bahwa dalam
makalah ini masih banyak terdapat kekurangan dan masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik serta saran yang bersifat membangun guna perbaikan dan
meningkatkan kualitas makalah dimasa yang akan datang.
Demikian makalah ini kami susun, semoga bisa bermanfaat bagi
kita semua serta menjadi tambahan refresi bagi penyusunan makalah dengan tema
yang senada di waktu yang akan datang. Amin..
Pamulang, 30 november 2016
PENDAHULUAN
Latar belakang
Asal usul
Sejarah
dan Asal-usul Suku Lampung - Sejarah dan Asal-usulUlun Lampung erat kaitannya
dengan istilah Lampung sendiri. Kata Lampung sendiri berasal dari kata
"anjak lambung" yang berarti berasal dari ketinggian ini karena para
puyang Bangsa Lampung pertama kali bermukim menempati dataran tinggi Sekala
Brak di lereng Gunung Pesagi. Sebagaimana I Tsing yang pernah mengunjungi
Sekala Brak setelah kunjungannya dari Sriwijaya dan dia menyebut To-Langpohwang
bagi penghuni Negeri ini.
Pada abad ke VII orang di negeri Cina sudah membicarakan suatu wilayah
didaerah Selatan (Namphang) dimana terdapat kerajaan yang disebut Tolang
Pohwang, To berarti orang dan Lang Pohwang adalah Lampung. nama Tolang,
Po’hwang berarti “orang Lampung” atau “utusan dari Lampung” yang datang dari
negeri Cina sampai abad ke 7 Terdapat bukti kuat bahwa Lampung merupakan bagian
dari Kerajaan Sriwijaya yang berpusat di Jambi dan menguasai sebagian wilayah
Asia Tenggara termasuk Lampung dan berjaya hingga abad ke-11. Dalam kronik
Tai-ping-huan-yu-chi dari abad kelima Masehi, disebutkan nama-nama negeri di
kawasan Nan-hai (“Laut Selatan”), antara lain dua buah negeri yang disebutkan
berurutan: To-lang dan Po-hwang. Negeri To-lang hanya disebut satu kali, tetapi
negeri Po-hwang cukup banyak disebut, sebab negeri ini mengirimkan utusan ke
negeri Cina tahun 442, 449, 451, 459, 464 dan 466. Prof. Gabriel Ferrand, pada
tulisannya dalam majalah ilmiah Journal Asiatique, Paris, 1918, hal. 477,
berpendapat bahwa kedua nama itu mungkin hanya satu nama: To-lang-po-hwang,
lalu negeri itu dilokasikan Ferrand di daerah Tulangbawang, Lampung. Prof.
Purbatjaraka, dalam bukunya Riwajat Indonesia I,Jajasan Pembangunan, Djakarta,
1952, hal. 25, menyetujui kemungkinan adanya kerajaan Tulangbawang, meskipun
diingatkannya bahwa anggapan itu karena semata-mata menyatukan dua toponimi
dalam kronik Cina.
Sifat – sifat hukum adat
Menurut kitab Kuntara Raja Niti, orang
Lampung memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
(1) piil-pusanggiri (malu melakukan
pekerjaan hina menurut agama serta memiliki harga diri), segala prilaku dan
perbuatan yang dilakukan oleh diri sendiri ataupun oranglain yang menyebabkan
diri kita malu, hina dan menjatuhkan harkat dan martabat selaku manusia karena melakukannnya
maka hal tersebut tidak dapat ditoleransi.
(2) juluk-adok (mempunyai kepribadian
sesuai dengan gelar adat yang disandangnya), setiap individu adalah pemimpin
dan memiliki gelar yang besar dan nama yang baik. Menggantungkan cita-cita yang
tinggi dan bekerja keras adalah cara untuk memperoleh kehidupan yang baik dan
gelar yang besar.
(3) nemui-nyimah (saling mengunjungi
untuk bersilaturahmi serta ramah menerima tamu), artinya dalam kehidupan
bermasyarakat ulun lampung harus bersikap ramah-tamah tidak memandang tua atau
muda.
(4) nengah-nyampur (aktif dalam pergaulan
bermasyarakat dan tidak individualistis), ulun lampung harus tampil mengambil
bagian dn membaur diri di dalam kehidupan masyarakat dalam komunitas apapun.
Dalam menyelesaikan masalah ulun lampung mengutamakan “hippun mupakat” atau
munsyawara mufakat.
(5) sakai-sambaian (gotong-royong dan
saling membantu dengan anggota masyarakat lainnya), masyarakat ulun lampung
selalu bergotong royong mengerjakan sesuatu hal yang besar agar terasa ringan.
Ulun lampung sangat antusias membantu sesama karena mereka sadar bahwa hidup
adalah kebersamaan.
Sifat-sifat di atas dilambangkan
dengan ‘lima kembang penghias segokh’ pada lambang Propinsi Lampung.
Sifat-sifat orang Lampung tersebut juga diungkapkan dalam adi-adi (pantun):
Tandani
hulun Lampung, wat piil-pusanggiri
Mulia
hina sehitung, wat malu rega diri
Juluk-adok
ram pegung, nemui-nyimah muwari
Nengah-nyampur
mak ngungkung, sakai-sambaian gawi.
Susunan
masyarakat hukum adat lampung
Penduduk daerah Lampung terdiri dari penduduk
dari Lamoung yang berjumlah 25% dan penduduk pendatang 75%, dari jumlah
penduduk. Suku-suku pendatang adalah dari Jawa, Palembang dan Sunda serta
Banten, Bali, Tapanuli, Minang,Bugis dan beberapa suku bangsa lainnya. Struktur
sosial masyarakat Lampung adalah bersifat genealogis, hal ini membuata mereka
selalu terikat pada harga meraka. Di desa-desa, umumnya berdiam warga yang
berasal dari satu cikal bakal yang sama yang disebut Buay atau Kampung-kanpung
atau dipedesaan didirikan Nuwo Balak yaitu rumah besar sebagai tempat berdiam
keluarga besar (extended family). semula tiap buay mendiami suatu wilayah
disebut Marga atau Merga, dan merga ini terdiri dari beberapa kampung disebut
Tiyuh. Tiyuh biasanya didiami beberapa suku, dan suku terdiri dari beberapa
cangkoi, selanjudnya cangkoi terdiri dari beberapa Nuwo.
Dengan demikian marga, tiyuh dan kampung
adalah faktor kesatuan wilayah, sedang buay, suku, cangkoi, dan nuwo menunjukan
kesatuan genealogis.Kekerabatan masyarakat Lampung bersifat patrilineal
yaitu garis keturunan sepihak, dari pihak laki-laki atau ayah. Sistem
perkawinan yang umum dilakukan adalah dengan memakai sereh atau uang jujun atau
tukar, di mana setelah kawin istri masuk clan suamnya. Bila suaminya meninggal,
maka ia dikawinkan dengan saudara laki-laki
suaminya, hal ini disebut perkawinan nyemalang.
Aturan
hukum adat yang berupa tertulis dan tidak tertulis yaitu :
·
Tidak tertulis
berupa kaidah kehidupan sehari-hari yang penting dalam pergaulan masyarakat
ulun lampung berisi kiasan, pepatah dan simbolik. Contohnya dalam masyarakat
lampung terdapat peraturan yang berisikan norma social yaitu ulun lampung
dilarang memukul perur sendiri didekat wanita yang sedang mengandung, mereka
meyakini adanya dampak pada calon bayi yg akan dilahirkan akan susah
dilahirkan.
·
Tertulis berupa
kitab-kitab peninggalan kerajaan terdahulu yaitu salahsatunya adalah “kitab
Kuntara Raja Niti” yang berupa kaidah atau aturan yang berisikan sifat yang
harus dimiliki ulun lampung.
Berbicara symbol masyarakat ulun lampung
memiliki symbol atau ciri khas yaitu:
o
‘SEGOKH’
yaitu mahkota
pengantin wanita lampung yang berbentuk segitiga, berwarna emas dan biasanya
memiliki cabang atau lekuk berjumlah Sembilan atau tujuh. Siger dibuat dari
lempengan tembaga, kunungan, atau logam lain yang dicat dengan warna emas.
Perbedaan siger adat sai batin dengan pepadun adalah lekuk pada siger untuk
adat saibatin memilikim lekuk berjumlah tujuh sedangkan adat pepadun memiliki
lekuk Sembilan.
Segokh
adat saibatin segokh
adat pepadun
Terjadinya Delik Adat
a. Tata-tertib adat dilanggar
Tata-tertib adat adalah
ketentuan-ketentuan adat yang bersifat tradisionil yang harus ditaati oleh
setiap orang dalam pergaulan hidup bermasyarakat. Seperti ketentuan yang ada didalamnya yang bersifat
adat sesungguhnya adat, adat istiadat, adat nan diadatkan dan adat nan teradat.
Dan apabila ketentuan-ketentuan adat tersebut ada yang dilanggar, maka akan
berakibat timbulnya reaksi dan koreksi dari petugas hukum adat dan masyarakat.
Contoh pelanggaran aturan dusun di
lampung yang sekarang diabaikan, misalnya
Seseorang bertamu kerumah orang lain
melalui tangga belakang maka orang tersebut akan dikenai denda yang ditetapkan
ketua adat yang berupa beras dan beras tersebut akan diberikan kembali kepada
masyarakat yang membutuhkan contohnya janda, lansia dll.
Delik adat terjadi tidak selalu karena
petugas hukum adat melanggar ketentuan adat yang dipertahankan, tetapi bias
saja terjadi karena yang bersangkutan sendiri merasa dirugikan.
b. Keseimbangan Masyarakat Terganggu
Keseimbangan kehidupan masyarakat
dapat terganggu apabila peistiwa yang terjadi bertetangan dengan rasa keadilan
dan kesadaran hukum masyarakat menurut waktu tempat dan keadaanya. Contoh
terjadinya pelanggaran adat yang mengganggu keseimbangan kerabat sebuay
(seketurunan) atau Senuwou (seumah tangga), menurut hukum adat Lampung misalnya
sebagaaimana ketentuan berikut :
“Apabila ada kerabat yang menurunkan
martabatnya, karena anak gadisnya
Bersuamikan lelaki pembantunya atau
pembantu orang lain, maka orang tua si
Gadis dihukum denda 3 x 12 rial dan 3
ekor kerbau yang senilai harganya. (KRN. 145)”
Dengan Demikian bukan saja perbuatan
menghina pemuka adat yang hidup merupakan perbuaatan yang menganggu
keseimbangan melainkan juga perbuatan menghina Poyang asala keturunan yang
sudah dikeramaatkan merupakan perbuatan yang mengganggu keseimbangan
masyaraakat.
Mekanisme jual beli : dalam masyarakat lampung sendiri sudah
menganut system jual beli seperti masyarakat kota lainnya karena dalam
masyarakat lampung kebanyakan pendatang dari luar kota mengakibatkan peruban
pesat dalam system jual beli yang mengikuti system modern.
Mekanisme perkawinan adat lampung
Dalam adat lampung sendiri terdiri dari
perkawinan adat saibatin dan adat pubian kedua adat ini memiliki mekanisme yang
berbeda dalam perkawinan, berikut penjelasan :
Adat lampung saibatin.
Dalam hal perkawinan yang telah
diteradatkan di Paksi Bejalan Di Way Sekala Bekhak ada 5 [lima] jenis Status
Perkawinan, yaitu:
vDjujor
Djujor adalah dimana Muli yang diambil
oleh Mekhanai untuk menjadi istrinya, maka sang Mekhanai dan Keluarganya harus
menyerahkan/membayar Uang Adat kepada ahli si Muli berdasarkan permintaan dari
ahli Keluarga si Muli. Sedangkan permintaaan si Mulikepada sang Mekhanai
disebut Kiluan juga harus dibayar/dipenuhi oleh sang Mekhanai Kiluan yang
menjadi hak si Muli.
Dalam perkawinan djujor dikenal juga
istilah Mentudau dan bila ini terjadi berarti si Muliakan meninggalkan
keluarganya dan tidak akan mendapat warisan dari keluarga si Muli,baik harta
dan juga Adoq dari Keluarga asal. Selanjutnya si Muli akan diantar oleh sanak
keluarganya menuju rumah calon suaminya dan sepenuhnya akan menegakkan rumah
tangga dan keluarga pihak suami. Biasanya Muli yang mentudau ini akan berangkat
kerumah suaminya dengan membawa keperluan rumah tangga yang cukup dimana
barang-barang bawaan Kebayan ini dinamakan
Benatok, terhadap barang Benatok hak dan kekuasaannya tetap pada Istri
dan Suami tidak berhak atas Benatok tersebut. (Dalam hal ini djujur menganut
system patrineal)
vSemanda Lepas
Semanda Lepas dimana sang Pria pergi
ke rumah si Wanita untuk menegakkan jurai dari fihak Istrinya.Sang Pria tidak
boleh membawa Istrinya untuk tinggal selamanya ditempat keluarga Pria walaupun
ada persetujuan dari Istri, sebab sudah teradatkan sang Pria sudah lepas dari
ahli Keluarganya dan hidup mati sang Suami adalah menunggu dari menegakkan
Jurai Istri di rumah orang tua Istrinya. (dalam hal ini semanda lepas menganut
system matrineal)
vSemanda Raja Raja
Pada Semanda Raja Raja awalnya sang
Pria setelah pernikahan harus tinggal terlebih dahulu di tempat si Wanita
dengan tidak ditentukan masanya, artinya si Suami boleh menunggu Istrinya di
rumah mertuanya sampai mati atau boleh juga untuk beberapa bulan atau beberapa
tahun saja. Tetapi bisa juga bila keduanya sepakat dan menginginkan tinggal di
tempat lain yang menurut perkiraan mereka akan medapat kehidupan yang lebih
baik maka keluarga kedua belah pihak tidak boleh menahannya.(dal hal ini
semanda raja-raja menganut system patrineal berali-alih)
vTanjakh
Dalam hal perkawinan dengan status
tanjakh berarti sang Pria tidak semanda dan si Perempuan tidak metudau.Setelah
perkawinan maka sepenuhnya diserahkan kepada kedua mempelai Kebayan untuk
tinggal dimana menurut kehendak mereka berdua.Terhadap keluarga dari pihak
Istri dan pihak Suami keduanya mempunyai tugas dan kewajiban yang sama dan
adil.Dalam perkembangannya, dewasa ini pasangan Muli Mekhanai yang akan menikah
banyak yang memilih status perkawinan tanjakh. (dalam hal ini tanjakh memiliki
system bilateral/parental)
VSebambangan (kawin lari)
Khasan atau rencana pasangan Muli
Mekhanai yang berencana untuk menikah tentunya tidaklah selamanya mulus atau
lancar seperti yang diharapkan, ada kalanya pihak keluarga si Mulitidak setuju
dengan calon pilihan si Muli dan demikian juga sebaliknya.Alasanalasan tidak
mendapat persetujuan kedua belah pihak dapat disebabkan antara lain:
vStatus sosial yang berbeda
vSi Muli telah dijodohkan sebelumnya
oleh Orang Tuanya
vPihak Pria tidak mampu memenuhi
persyaratan yang disyaratkan oleh pihak keluarga si Muli
Dalam hal yang demikian bila niat
pasangan Muli Mekhanai sudah bulat atau mungkin karena cintanya yang tidak
mungkin dipisahkan, maka keduanya mengambil jalan pintas tanpa meminta
persetujuan kedua Orang Tua [terutama keluarga si Muli] yang dalam Adat Lampung
disebut Sebambangan [Kawin Lari].
Sebambangan adalah tindakan yang
dirahasiakan oleh kedua pasanganterhadap keluarga pihak Muli.Oleh sebab itu
pada saat si Muli akan meninggalkan rumah harus meninggalkan surat sebagai
keterangan yang ditujukan kepada kedua Orang Tuanya yang isinya memberitahukan
kepergiannya Sebambangan dengan siapa dan kemana, selain surat juga
meninggalkan sejumlah uang yang berasal dari sang Mekhanai.
Sebelum kedua remaja ini sampai tujuan
Sebambangan, apabila Orang Tua atau keluarga pihak Muli mengetahui tentang
kepergian mereka, maka berhak mencegahnya tetapi apabila sudah sampai ke tujuan
maka tidak diperkenankan lagi untuk mencegahnya.
Setibanya kedua remaja ini di Penghulu
[Kantor Urusan Agama] maka Orang Tua atau Keluarga dari pihak Mekhanai
berkewajiban untuk memberitahukan Orang Tua dan Keluarga pihak Muli dengan cara
mengantarkan Tapis Tuha atau Sinjang Buppak dan Senjata Pusaka.
II.BEKHASAN
Bekhasan adalah upaya Musyawarah yang
dilaksanakan oleh kedua pihak Keluarga untuk mencapai Mufakat, materi saat
Bekhasan antara lain antara lain adalah:
Status Perkawinan
Dau Balak atau Uang Sidang disebut
juga Penggalang Sila
Dau Lunik yaitu permintaan Keluarga
pihak Wanita
Kiluan yaitu permintaan si Muli
Semaya yaitu waktu nikah dan waktu
buattak
III.NGITA
Ngita adalah proses lamaran yang
dilaksanakan setelah mendapatkan kesepakatan dalam Bekhasan. Seluruh keperluan
untuk pelaksanaan Ngita dimulai dari bahan bakar, beras, kelapa, buah, dan
gulai serta termasuk tenaga kerja disiapkan oleh pihak keluarga Pria. Alat
perangkat Ngita antara lain adalah:
vSiwok Bukhas Tappan
vKelapa Gileh (kelapa)
vGula
vUyah/Siya Buku (garam)
vKhukun Pengangasan
vKhukun Ngudut (rokok)
vPakaian Pissan Minjak (pakaian
sementara )
vKhukun Pedom (perlengkapan tidur)
vKhukun Mandi
vDau Belanja (uang belanja)
IV.NAYUH/TAYUHAN
Nayuh adalah saat acara adat atau
perayaan yang dilaksanakan oleh keluarga besar [Kebot].Selain Pernikahan,
Tayuhan juga dihelat saat khitanan anak, mendirikan rumah, pesta panen dan
Nettah Adoq. Sebelum dilaksanakan Tayuhan dan Pangan maka lebih dahulu
dilaksanakan rapat keluarga atau rapat adat yang membahas tentang Tayuhan yang
dinamakan Himpun.
Pada saat Nayuh inilah baru
dipertunjukkan penggunaan perangkat serta alat-alat adat berupa piranti adat di
atas [di lamban]maupun piranti adat di bah [arakarakan] yang pemakaiannya
disesuaikan dengan ketentuan adat yang belaku.Penggunaan Piranti ini
disesuaikan dengan status Adoq atau Gelar Adat yang disandang.
Untuk persiapan Nayuh biasanya
Keluarga besar akan memikul bersama kebutuhan bersama si empunya Tayuhan yaitu
dalam menyiapkan peralatan dan bahanbahan yang diperlukan.Bahan bahan yang
dimaksud seperti:
Tandang Bulung (mencari lalapan
dikebun)
Kecambai
Nyani Buwak (membuat kue)
Nyekhallai Siwok
Khambak Bebukha (menghidangkan kue)
Begulai (memasak)
Selain hal tersebut diatas,Keluarga
besar dan khalayak dari pihak Baya maupun Kuakhi juga memberikan bantuan berupa
bahan bahan mentah yang disebut juga Setukhuk atau berupa bahan makanan yang
sudah dimasak dan siap hidang yang disebut Ngejappang.
Adat
lampung pepadun
SEBELUM PERNIKAHAN
a. Nindai/Nyubuk
Merupakan proses awal, dimana orangtua calon mempelai pria menilai apakah si gadis berkenan dihati atau tidak. Salah satu upacara adat yang diadakan pada saat Begawi (Cakak Pepadun) adalah Cangget Pilangan, dimana bujang gadis hadir dengan mengenakan pakaian adat, disinilah utusan keluarga calon pengantin pria nyubuk atau nindai gadis di balai adat.
b. Nunang (ngelamar)
Pada hari yang di tentukan calon pengantin pria datang melamar dengan membawa bawaan berupa makanan, kue-kue, dodol, alat meroko, alat-alat nyireh ugay cambai (sirih pinang), yang jumlahnya disesuaikan dengan tahta atau kedudukan calon pengantin pria. Lalu dikemukakanlah maksud dan tujuan kedatangan yaitu untuk meminang si gadis.
c. Nyirok (ngikat)
Bisa digabungkan pada saat melamar. Ini merupakan peluang bagi calon pengantin pria untuk memberi tanda pengikat dan hadiah bagi si gadis berupa mas berlian, kain jung sarat dan sebagainya. Tata cara nyirok : Orang tua calon pngantin pria mengikat pinggang si gadis dengan benang lutan (benang dari kapas warna putih, merah, hitam atau tridatu) sepanjang 1 meter dengan niat semoga menjadi jodoh, dijauhi dari halangan.
d. Berunding (Menjeu)
Utusan pengantin pria datang ke rumah calon mempelai wanita (manjau) dengan membawa dudul cumbi untuk membicarakan uang jujur, mas kawin, adat macam apa yang akan dilaksanakan, serta menentukan tempat acara akad nikah.
e. Sesimburan (dimandikan)
Sesimburan dilaksanakan di kali atau sumur dengan arak-arakan. Calon pengantin wanita dipayunngi dengan payung gober, diiringi tetabuhan (gender, gujih dll), talo lunik. Lalu bersama gadis-gadis dan ibu-ibu mandi bersama dan saling simbur, sebagai tanda permainan berakhir dan sebagai tolak bala karena akan melaksanakan akad nikah.
f. Betanges (mandi uap)
Rempah-rempah wewangian (pepun) direbus sampai mendidih dan diletakan dibawah kursi. Calon pengantin wanita duduk di atas kursi tersebut dan dilingkari tikar pandan (dikurung), bagian atas tikar ditutup dengan tampah atau kain, sehingga uap menyebar keseluruh tubuh, agar tubuh mengeluarkan aroma harum, dan agar calon pengantin tidak terlalu banyak berkeringat. Betanges memakan waktu kira-kira 15-25 menit.
g. Berparas (meucukur)
Setelah betanges dilanjutkan dengan berparas, untuk menghilangkan bulu-bulu halus dan membentuk alis agar tampak menarik dan mudah membentuk cintok pada dahi dan pelipis, dan pada malam hari dilanjutkan memasang pacar pada kuku calon mempelai wanita.
PADA HARI PERNIKAHAN
a. Upacara Adat
Beberapa jenis upacara adat dan tata laksana ibal serbo sesuai perundingan akan dilaksanakan dengan cara tertentu. Ditempat keluarga gadis dilaksanakan 3 acara pokok dalam 2 malam, yaitu :
1. Maro Nanggep
2. Cangget pilangan
3. Temu di pecah aji
b. Upacara akad nikah atau ijab kabul
Menurut tradisi lampung, biasanya pernikahan dilaksanakan di rumah calon mempelai pria, namun dengan perkembangan zaman dan kesepakatan, maka akad nikah sudah sering diadakan di rumah calon mempelai wanita.
Rombongan calon mempelai pria diatur sebagai berikut :
- Barisan paling depan adalah perwatin adat dan pembarep (juru bicara)
- Rombongan calon mempelai pria diterima oleh rombongan calon mempelai wanita dengan barisan paling depan pembarep pihak calon mempelai wanita.
- Rombongan calon pengantin pria dan calon pengantin wanita disekat atau dihalangi dengan Appeng (rintangan kain sabage/cindai yang harus dilalui).
setelah tercapai kesepakatan, maka juru bicara pihak calon pengantin pria menebas atau memotong Appeng dengan alat terapang.
Baru rombongan calon pengantin pria dipersilahkan masuk dengan membawa seserahan berupa :
• dodol,
• urai cambai (sirih pinang),
• juadah balak (lapis legit),
• kue kering, dan
• uang adat.
Kemudian calon pengantin pria dibawa ke tempat pelaksanaan akad nikah, didudukan di kasur usut. Selesai akad nikah, selain sungkem (sujud netang sabuk) kepada orangtua, kedua mempelai juga melakukan sembah sujud kepada para tetua yang hadir.
a. Nindai/Nyubuk
Merupakan proses awal, dimana orangtua calon mempelai pria menilai apakah si gadis berkenan dihati atau tidak. Salah satu upacara adat yang diadakan pada saat Begawi (Cakak Pepadun) adalah Cangget Pilangan, dimana bujang gadis hadir dengan mengenakan pakaian adat, disinilah utusan keluarga calon pengantin pria nyubuk atau nindai gadis di balai adat.
b. Nunang (ngelamar)
Pada hari yang di tentukan calon pengantin pria datang melamar dengan membawa bawaan berupa makanan, kue-kue, dodol, alat meroko, alat-alat nyireh ugay cambai (sirih pinang), yang jumlahnya disesuaikan dengan tahta atau kedudukan calon pengantin pria. Lalu dikemukakanlah maksud dan tujuan kedatangan yaitu untuk meminang si gadis.
c. Nyirok (ngikat)
Bisa digabungkan pada saat melamar. Ini merupakan peluang bagi calon pengantin pria untuk memberi tanda pengikat dan hadiah bagi si gadis berupa mas berlian, kain jung sarat dan sebagainya. Tata cara nyirok : Orang tua calon pngantin pria mengikat pinggang si gadis dengan benang lutan (benang dari kapas warna putih, merah, hitam atau tridatu) sepanjang 1 meter dengan niat semoga menjadi jodoh, dijauhi dari halangan.
d. Berunding (Menjeu)
Utusan pengantin pria datang ke rumah calon mempelai wanita (manjau) dengan membawa dudul cumbi untuk membicarakan uang jujur, mas kawin, adat macam apa yang akan dilaksanakan, serta menentukan tempat acara akad nikah.
e. Sesimburan (dimandikan)
Sesimburan dilaksanakan di kali atau sumur dengan arak-arakan. Calon pengantin wanita dipayunngi dengan payung gober, diiringi tetabuhan (gender, gujih dll), talo lunik. Lalu bersama gadis-gadis dan ibu-ibu mandi bersama dan saling simbur, sebagai tanda permainan berakhir dan sebagai tolak bala karena akan melaksanakan akad nikah.
f. Betanges (mandi uap)
Rempah-rempah wewangian (pepun) direbus sampai mendidih dan diletakan dibawah kursi. Calon pengantin wanita duduk di atas kursi tersebut dan dilingkari tikar pandan (dikurung), bagian atas tikar ditutup dengan tampah atau kain, sehingga uap menyebar keseluruh tubuh, agar tubuh mengeluarkan aroma harum, dan agar calon pengantin tidak terlalu banyak berkeringat. Betanges memakan waktu kira-kira 15-25 menit.
g. Berparas (meucukur)
Setelah betanges dilanjutkan dengan berparas, untuk menghilangkan bulu-bulu halus dan membentuk alis agar tampak menarik dan mudah membentuk cintok pada dahi dan pelipis, dan pada malam hari dilanjutkan memasang pacar pada kuku calon mempelai wanita.
PADA HARI PERNIKAHAN
a. Upacara Adat
Beberapa jenis upacara adat dan tata laksana ibal serbo sesuai perundingan akan dilaksanakan dengan cara tertentu. Ditempat keluarga gadis dilaksanakan 3 acara pokok dalam 2 malam, yaitu :
1. Maro Nanggep
2. Cangget pilangan
3. Temu di pecah aji
b. Upacara akad nikah atau ijab kabul
Menurut tradisi lampung, biasanya pernikahan dilaksanakan di rumah calon mempelai pria, namun dengan perkembangan zaman dan kesepakatan, maka akad nikah sudah sering diadakan di rumah calon mempelai wanita.
Rombongan calon mempelai pria diatur sebagai berikut :
- Barisan paling depan adalah perwatin adat dan pembarep (juru bicara)
- Rombongan calon mempelai pria diterima oleh rombongan calon mempelai wanita dengan barisan paling depan pembarep pihak calon mempelai wanita.
- Rombongan calon pengantin pria dan calon pengantin wanita disekat atau dihalangi dengan Appeng (rintangan kain sabage/cindai yang harus dilalui).
setelah tercapai kesepakatan, maka juru bicara pihak calon pengantin pria menebas atau memotong Appeng dengan alat terapang.
Baru rombongan calon pengantin pria dipersilahkan masuk dengan membawa seserahan berupa :
• dodol,
• urai cambai (sirih pinang),
• juadah balak (lapis legit),
• kue kering, dan
• uang adat.
Kemudian calon pengantin pria dibawa ke tempat pelaksanaan akad nikah, didudukan di kasur usut. Selesai akad nikah, selain sungkem (sujud netang sabuk) kepada orangtua, kedua mempelai juga melakukan sembah sujud kepada para tetua yang hadir.
SESUDAH PERNIKAHAN
a. Upacara Ngurukken Majeu/Ngekuruk
Mempelai wanita dibawa ke rumah mempelai pria dengan menaiki rato, sejenis kereta roda empat dan jepanon atau tandu. Pengantin pria memegang tombak bersama pengantin wanita dibelakangnya. Bagian ujung mata tombak dipegang pengantin pria, digantungi kelapa tumbuh dan kendi berkepala dua, dan ujung tombak bagian belakang digantungi labayan putih atau tukal dipegang oleh pengantin wanita, yang disebut seluluyan. Kelapa tumbuh bermakna panjang umur dan beranak pinak, kendi bermakna keduanya hendaknya dingin hati dan setia dunia sampai akhirat, dan lebayan atau benang setungkal bermakna membangun rumah tangga yang sakinah dan mawadah. pengantin berjalan perlahan diiringi musik tradisional talo balak, dengan tema sanak mewang diejan.
b. Tabuhan Talo Balak
Sesampai di rumah pengantin pria, mereka disambut tabuhan talo balak irama girang-girang dan tembakan meriam, serta orangtua dan keluarga dekat mempelai pria, sementara itu, seorang ibu akan menaburkan beras kunyit campur uang logam.
Berikutnya pengantin wanita mencelupkan kedua kaki kedalam pasu, yakni wadah dari tanah liat beralas talam kuningan, berisi air dan anak pisang batu, kembang titew, daun sosor bebek dan kembang tujuh rupa, pelambang keselamapan, dingin hati dan berhasil dalam rumah tangga. Lalu dibimbing oleh mertua perempuan, pengantin wanita bersama pengantin pria naik ke rumah, didudukan diatas kasur usut yang digelar didepan appai pareppu atau kebik temen, yaitu kamat tidur utama. Kedua mempelai duduk bersila dengan posisi lutut kiri mempelai pria menindih lutut mempelai wanita. Maknanya agar kelak mempelai wanita patuh pada suaminya.
Selanjutnya siger mempelai wanita diganti dengan kanduk tiling atau manduaro (selendang dililit di kepala),dan dimulailah serangkaian prosesi:
1.
ibu mempelai pria menyuapi kedua mempelai , dilanjutkan nenek serta tante.
2.
Lalu ibu mempelai wanita menyuapi kedua mempelai, diikuti sesepuh lain.
3. Kedua mempelai makan sirih dan bertukar sepah antara mereka.
3. Kedua mempelai makan sirih dan bertukar sepah antara mereka.
4.
istri kepala adat memberi gelar kepada kedua mempelai, menekan telunjuk tangan kiri diatas dahi kedua mempelai
secara bergantian, sambil berkata :
sai(1), wow (2), tigou(3), pak(4), limau(5), nem(6), pitew(7), adekmu untuk mempelai pria Ratu Bangsawan, untuk mempelai wanita adekmu Ratu Rujungan.
5. Netang sabik yaitu mempelai pria membuka rantai yang dipakai mempelai wanita sambil berkata : “Nyak natangken bunga mudik, setitik luh mu temban jadi cahyo begito bagiku”, lalu dipasangkan di leher adik perempuannya, dengan maksud agar segera mendapat jodoh.
6. Kedua mempelai menaburkan kacang goreng dan permen gula-gula kepada gadis-gadis yang hadir, agar mereka segera mendapat jodoh.
7. Seluruh anak kecil yang hadir diperintahkan merebut ayam panggang dan lauk pauk lain sisa kedua mempelai, dengan makna agar segera mendapat keturunan.
sai(1), wow (2), tigou(3), pak(4), limau(5), nem(6), pitew(7), adekmu untuk mempelai pria Ratu Bangsawan, untuk mempelai wanita adekmu Ratu Rujungan.
5. Netang sabik yaitu mempelai pria membuka rantai yang dipakai mempelai wanita sambil berkata : “Nyak natangken bunga mudik, setitik luh mu temban jadi cahyo begito bagiku”, lalu dipasangkan di leher adik perempuannya, dengan maksud agar segera mendapat jodoh.
6. Kedua mempelai menaburkan kacang goreng dan permen gula-gula kepada gadis-gadis yang hadir, agar mereka segera mendapat jodoh.
7. Seluruh anak kecil yang hadir diperintahkan merebut ayam panggang dan lauk pauk lain sisa kedua mempelai, dengan makna agar segera mendapat keturunan.
Masyaraka lampung
menganut system keduanya yaitu :
Eksogami untuk masyarakat
pepadun yang mengutamakan pernikahan dengan kasta yang sama artinya masyarakat
pepadun hanya bisa menikah dengan masyarakat memiliki kedudukan. Dalam
masyarakat pepadun adatnya lebih kental berbeda dengan masyarakat adat
saibatin.
Indogami untuk masyaraat
saibatin karena daerah adat saibatin memiliki wilayah pesisir sehingga
memudahan pendatang untuk masuk kedalam masyarakat ini, mengakibatkan
percampuran atau pernikahan dengan luar suku. Masyarakat saibatin sendiri
terbuka untuk pendatang sehingga mengakibatkan tumbuhnya masyarakat baru dalam
wilayah tersebut contohnya, terbentuk kampung yang didalamnya terdapat
mayoritas orang jawa.
Ciri khas budaya :
·
RUMAH ADAT
“SESAT”
·
KAIN TAPIS
Yaitu pakaian suku lampung yang berbentuk kain
sarung terbuat dari tenun benang kapas denga motif atau hiasan bahan sugi,
benang perak atau benang emas dengan system sulam. Kain tapis dibuat oleh
wanita, baik ibu rumah tangga ataupun muli lampung ‘gadis lampung’ yang pada
mulanya untuk mengisi waktu senggang dengan tujuan memenuhi tuntutan adat
istiadat yang dianggap sacral.
·
TARI-TARIAN yaitu
tari sigekh penguten dan tari bedana :
o
Tari sigekh
penguten yaitu tarian yang biasanya dipakai untuk menyambut tamu dalam acara
pernikahan dan acara lain, bentuk tarian ini berisikan wanita dan mengambarkan
kebiasaan wanita lampung yang lemah gemulai dan salah satu penari membawa kotak
sirih dan diberikan kepada tamu penting atau ketua adat sebagai penghormatan.
o
Tari bedana yaitu
tarian yang diperankan oleh muda-mudi “muli-mekhanai” lampung yang berisikan
makna bagaimana muli-mekhanai lampung bergaul dalam kehidupan sehari-hari
tarian ini dipakai dakam acara pernikahan dan acara adat lainnya.
·
GAJAH LAMPUNG
Lampung terkenal dengan gajahnya yang ada di
waykambas. Tugu ini memiliki arti bahwa gajah lampung terkenal dengan atraksi
yg biasa masyarakat lampung segani. Dilampung sendiri memiliki sekolah gajah
yang berada di taman waykambas, berupa kegiatan mengajari gajah berhitung, main
bola dan atraksi lainnya.
Ciri khas makanan lampung :
1.
Sekhuit iwa mas
(seruit ikan mas)
Adalah ikan mas yang dibumbui sambal khas
lampung yang bahannya dipanggang terlebih dahulu terdiri dari cabai,bawang
putih ,bawang merah , belimbing dan terasi khas lampung. Masyarakat lampung
sendiri terkenal kulinernya yang pedas.
2.
Tempuyak
Adalah salah satu
makanan yang menurut saya aneh karena bahan dasarnya terbuat dari buah durian.
Durian yang sudah matang dipisahkan dari bijinya dan dicampuri bumbu sambal
sesuai selera, tempoyak bisa jadi pengganti sambal untuk masyarakat lampung.
3.
Segubal
Adalah makanan yang terbuat dari beras ketan
yang dikukus terlebih dahulu dan dibungkus daun pisang. Segubal bisa dimakan
langsung atau digoreng terlebih dahulu. Ulun lampung biasanya memakan segubal
dicampur dengan tapai atau ketan hitam yang sudah di fermentasi.
STRUKTUR
MASYARAKAT LAMPUNG
Struktur
Pemerintahan pada Masyarakat Adat Lampung Paksi Pak Sekala Bekhak adalah Sistem
Pemerintahan Jurai berdasarkan Kekerabatan dan bukan Sistem Pemerintahan Wangsa
ala Raja dan Kawula seperti di Jawa. Struktur Pemerintahan Adat pada Masyarakat
Adat Paksi Pak Sekala Bekhak dilaksanakan dengan Struktur Pemerintahan
Kekerabatan sebagai berikut :
v Institusi Pemerintahan Adat yang paling
bawah disebut “Lamban”. Institusi ini dipimpin oleh seseorang yang disebut
“Khagah” [Khagah ni Lamban]. Beliau ini diberi Adoq [Gelar Adat] “Minak, Kimas,
Mas/Itton”. Tutokh [Panggilan Kekeluargaan/Panggilan Kekerabatan] kepada beliau
adalah “Bapak Lunik [Pak Lunik]” dan atau “Pak Cik”.
v Himpunan/Kumpulan dari beberapa Lamban
disebut “Kepu/Kebu”. Institusi ini dipimpin oleh Anak Pria Tertua dari
keturunan yang tertua diantara mereka. Beliau ini diberi Adoq “Khadin”. Tutokh
kepada beliau adalah “Bapak Tengah [Pak Ngah]”
v Himpunan/Kumpulan dari beberapa Kepu/Kebu
disebut “Sumbai”. Institusi ini dipimpin oleh Anak Pria Tertua dari keturunan
yang tertua diantara mereka. Beliau ini diberi Adoq “Batin”. Tutokh kepada
beliau adalah “Bapak Balak [Pak Balak]” dan atau “Tuan Tengah”
v Himpunan/Kumpulan dari beberapa Sumbai
disebut “Suku/Jukku”. Institusi ini dipimpin oleh Anak Pria Tertua dari
keturunan yang tertua diantara mereka. Beliau ini diberi Adoq “Khaja/Depati”.
Tutokh kepada beliau “Bapak Batin [Pak Batin]”
v Himpunan/Kumpulan dari beberapa Suku/Jukku
disebut “Paksi/Buway/Marga”. Institusi ini dipimpin keturunan yang tertua
diantara mereka. Beliau ini diberi Adoq “Sultan/Pangeran/Dalom”. Tutokh kepada
beliau adalah “Bapak Dalom [Pak Dalom]”.
Dengan
demikian seseorang yang memiliki Adoq Suttan/Pangeran/Dalom salah satu
syaratnya adalah dia telah memiliki Jamma [Bawahan /Anak Buah] setidaknya empat
orang yang bergelar Khaja. Demikian juga seorang yang memiliki Adoq
Khaja/Depati syaratnya adalah dia telah memiliki Jamma setidaknya empat orang
yang bergelar Batin. Seseorang yang memiliki Adoq Batin syaratnya adalah dia
telah memiliki Jamma setidaknya empat
orang yang bergelar Khadin. Seseorang yang memiliki Adoq Khadin syaratnya adalah dia telah memiliki Jamma
setidaknya empat orang yang beradoq Minak/Kimas/Mas/Itton. Petutokhan
[Panggilan Kekeluargaan/Panggilan Kekerabatan] disesuaikan dengan tingkatan
seseorang didalam Adat. Beberapa Petutokhan
mungkin agak berbeda disetiap Paksinya.